Kami Tak Pernah Lupa Pembunuhan 13 Tahun Lalu
Jayapura, Jubi – Sabtu, tigabelas tahun yang lalu, tepatnya 10
November 2001, pukul 10.30 Waktu Papua (WP), Komandan Satgas Tribuana
(Kopassus) Kol. Inf. Hartomo datang menjemput Theys Hiyo Eluay,
pemimpin besar Papua, di rumahnya. Berselang setengah jam kemudian,
Theys Hiyo Eluay berangkat dari rumah menuju Hotel Matoa untuk mengikuti
rapat Presidium Dewan Papua. Namun pemimpin besar Papua ini tak pernah
pulang ke rumahnya di Sentani. Esok harinya, 11 November 2001, Theys
Hiyo Eluay ditemukan sudah tak bernyawa dalam mobilnya di KM 9, Koya,
Muara Tami, Jayapura. Tubuh Theys dalam posisi duduk terletang dan kedua
kakinya memanjang ke depan. Di bagian pusat perutnya ada bekas goresan
merah lembab. Tak ada yang menyangkal, Theys meninggal karena dibunuh.
Dua tahun kemudian, para pelaku pembunuhan yang merupakan anggota
Satgas Tribuana, dijatuhi hukuman dalam persidangan di Mahkamah Militer
Tinggi (Mahmilti) Surabaya. Majelis hakim Mahkamah Militer Tinggi III
Surabaya, pada tanggal 21 April 2003 menjatuhkan vonis bersalah pada
tujuh prajurit Kopassus yang menjadi terdakwa kasus Theys Hiyo Eluay.
Empat terdakwa yang dijatuhi hukuman karena membunuh pemimpin besar
Papua ini adalah bekas Komandan Satgas Tribuana X Letkol Inf. Hartomo,
mantan Komandan Detasemen Markas I Mayor Inf. Donny Hutabarat, mantan
Kepala Operasi Letnan Satu Inf. Agus Supriyanto dan Prajurit Kepala
Achmad Zulfahmi. Tiga terdakwa lain dijatuhi hukuman lebih ringan oleh
majelis hakim yang diketuai Kolonel CHK. AM Yamini. Terdakwa Kapten Inf.
Rinardo dan Sersan Satu Asrial dihukum tiga tahun penjara, sementara
terdakwa Sersan Satu Lourensius diganjar dua tahun penjara.
Bertahun-tahun kemudian, pemerintah masih lupa, pembunuhan yang
terjadi 13 tahun lalu bukan hanya menghilangkan nyawa Pemimpin Besar
Papua, Theys Eluay saja. Aristoteles Masoka yang saat itu berusia 23
tahun dan menjadi sopir untuk Pemimpin Besar Papua ini, juga hilang
sejak saat itu dan tak diketahui keberadaanya hingga sekarang.
Kelompok masyarakat sipil yang melakukan investigasi kasus pembunuhan
almarhum Theys Eluay ini berhasil menemukan saksi yang kemudian mengaku
membawa Aristoteles Masoka ke Markas Satgas Tribuana Kopassus di
Hanurata-Hamadi. Saksi ini mengaku berada di sekitar Perumahan PEMDA I
Entrop-Jayapura, saat aksi penculikan terhadap Theys Hiyo Eluay terjadi.
Menurut saksi ini, mereka melihat sebuah mobil kijang berwarna gelap
menghadang sebuah mobil kijang yang juga berwarna gelap yang kemudian
diketahui milik Theys Eluay.
Dari mobil yang menghadang, dua orang turun lalu memukul Aristoteles
kemudian mencoba menariknya keluar pintu. Dua orang ini berhasil merebut
mobil yang ditumpangi oleh Theys Eluay. Mobil ini kemudian melaju dan
berhenti sekitar 50 meter dari tempat kejadian. Tubuh Aristoteles
terlempar keluar mobil. Aristoteles berlari dan minta tolong kepada
saksi. Saksi kemudian membawa Aritoteles ke Markas Satgas Tribuana
Kopassus di Hanurata-Hamadi atas permintaan Aristoteles. Aristoteles
diturunkan sekitar lima meter dari markas Kopassus ini. Inilah informasi
terakhir yang diketahui tentang Aristoteles Masoka. Meskipun dalam
invetigasi yang dilakukan kelompok masyarakat sipil ini, disebutkan pula
ada seorang saksi lain yang hadir dalam sebuah acara di markas Kopassus
ini – yang juga dihadiri oleh almarhum Theys Eluay sebelum ia dibunuh –
melihat seseorang masuk ke dalam ruangan acara dirangkul dua orang dari
arah pintu masuk.
Hingga saat ini, keberadaan Aristoteles Masoka masih menjadi misteri.
Bila investigasi pembunuhan Theys Eluay berakhir dengan dihukumnya
tujuh orang anggota Kopassus di pengadilan militer, hilangnya
Aristoteles Masoka – yang mestinya bisa menjadi saksi kunci dalam
pengadilan pembunuhan Theys tersebut – belum pernah diselidiki.
Sementara, di lain pihak, para perwira yang dipidana karena terbukti
melakukan pembunuhan terhadap tokoh adat Papua Theys Hiyo Eluay pada
2001, ternyata terus mendapatkan promosi jabatan.
Made Supriatna, seorang peneliti dan wartawan lepas menulis di situs
indoprogress.com, Hartomo (Akmil 1986) yang saat pembunuhan terjadi
berpangkat Letkol, sekarang sudah menyandang pangkat brigadir jenderal
dan menjabat sebagai Komandan Pusat Intel Angkatan Darat
(Danpusintelad). Terdakwa lain, Mayor TNI Donny Hutabarat (Akmil 1990),
sempat menjabat sebagai Komandan Kodim 0201/BS di Medan, dan sekarang
menjabat sebagai Waasintel Kasdam Kodam I/Bukit Barisan. Sementara,
Kapten Inf. Agus Supriyanto (Akmil 1991), yang juga terlibat dalam
pembunuhan itu, sempat menduduki jabatan sebagai komandan Batalion
303/Kostrad. Perwira terakhir yang terlibat dalam pembunuhan Theys
adalah Lettu Inf. Rionardo (Akmil 1994). Sekarang dia diketahui menjabat
sebagai Paban II Srenad di Mabes TNI-AD.
Kami tak pernah lupa!
(Victor Mambor)