Kamis, 26 Februari 2015

Pemkab Intan Jaya Fokus Bangun Jalan

Bupati Kabupaten Intan Jaya, Papua, Natalis Tabuni - Jubi/Alex
Jayapura, Jubi – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Intan Jaya, Papua fokus membangun infrastruktur jalan menuju Kabupaten Paniai. Dimana pembangunannya sudah sampai di Distrik Wanggar.
“Dua tahun ini kami fokus untuk membangun jalan menuju Paniai. Jadi jalanya sudah sampai di distrik perbatasan Wanggar, tinggal 20 kilo lagi maka perkerjaannya selesai,” kata Bupati Kabupaten Intan Jaya, Natalis Tabuni kepada wartawan, di Jayapura, Papua, Kamis (26/2/2015).
Header advertisement
Untuk mendukung pekerjaan, ujar Natalis, pihaknya sudah menganggarkan dana khusus untuk jalan. “Semoga akhir tahun sudah tembus, tinggal tuggu pemerintah Kabupaten Paniai, kalau mereka cepat maka sudah terbuka,” ucapnya.
Saat ditanya apa ada dukungan dari Pemerintah Provinsi Papua, Natalis katakan, dukungan dari pemerintah provinsi ada, sehingga kami sangat terbantu.
Sementara soal dana Otsus untuk kabupaten, jelas Natalis, pihaknya menggunakannya untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Kemudia pengembangan ekonomi rakyat serta sektor sektor lainnya, seperti pertanian dan lain sebagainya.
“Yang jelas kami gunakan dana itu sesuai dengan petunjuk yang diarahkan provinsi, untuk itu tidak dibelokan ke kiri atau ke kanan. Dimana tahun ini kami mendapat Rp 115 miliar,” kata Natalis.
Sementara soal kunjungan Menteri ESDM dan PU Perumahan Rakyat beberapa waktu lalu, Natalis berharap bisa membawa harapan baru unruk terbukanya keterisolasian di daerahnya.
“Untuk wilayah pegunungan bagian barat justru ada dua kabupaten yang belum tembus jalan, yakni Puncak dan Intan Jaya. Semoga dengan kedatangan menteri bisa membawa perubahan,” katanya.
Sebelumnya. Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan agar pembangunan infrastruktur dapat fokus, ada keputusan dari Menteri PU untuk ruas-ruas yang selama ini ditangani oleh Balai dan PU yang sebenarnya dikerjakan kabupaten/kota, itu akan di cabut dan akan buat ruas-ruas strategis saja.
“Jadi ruas-ruas pendek yang harus ditangani oleh bupati dan wali kota, ya aset ini kita akan serahkan pada mereka. Ini dilakukan agar pembangunan infrastruktur dapat fokus dilakukan sampai selesai,” kata Lukas Enembe. (Alexander Loen)  http://tabloidjubi.com/2015/02/26/pemkab-intan-jaya-fokus-bangun-jalan/

Copyright Suara rimba Papua


Jumat, 13 Februari 2015

Gubernur Buka Akses Kerjasama Luar Negeri

Gubernur Buka Akses Kerjasama Luar Negeri

Kami Tak Pernah Lupa Pembunuhan 13 Tahun Lalu

Kami Tak Pernah Lupa Pembunuhan 13 Tahun Lalu

Jayapura, Jubi – Sabtu, tigabelas tahun yang lalu, tepatnya 10
November 2001, pukul 10.30 Waktu Papua (WP), Komandan Satgas Tribuana
(Kopassus) Kol. Inf. Hartomo datang  menjemput Theys Hiyo Eluay,
pemimpin besar Papua, di rumahnya. Berselang setengah jam kemudian,
Theys Hiyo Eluay berangkat dari rumah menuju Hotel Matoa untuk mengikuti
rapat Presidium Dewan Papua. Namun pemimpin besar Papua ini tak pernah
pulang ke rumahnya di Sentani. Esok harinya, 11 November 2001, Theys
Hiyo Eluay ditemukan sudah tak bernyawa dalam mobilnya di KM 9, Koya,
Muara Tami, Jayapura. Tubuh Theys dalam posisi duduk terletang dan kedua
kakinya memanjang ke depan. Di bagian pusat perutnya ada bekas goresan
merah lembab. Tak ada yang menyangkal, Theys meninggal karena dibunuh.



Dua tahun kemudian, para pelaku pembunuhan yang merupakan anggota
Satgas Tribuana, dijatuhi hukuman dalam persidangan di Mahkamah Militer
Tinggi (Mahmilti) Surabaya. Majelis hakim Mahkamah Militer Tinggi III
Surabaya, pada tanggal 21 April 2003 menjatuhkan vonis bersalah pada
tujuh prajurit Kopassus yang menjadi terdakwa kasus Theys Hiyo Eluay.
Empat terdakwa yang dijatuhi hukuman karena membunuh pemimpin besar
Papua ini adalah bekas Komandan Satgas Tribuana X Letkol Inf. Hartomo,
mantan Komandan Detasemen Markas I Mayor Inf. Donny Hutabarat, mantan
Kepala Operasi Letnan Satu Inf. Agus Supriyanto dan Prajurit Kepala
Achmad Zulfahmi. Tiga terdakwa lain dijatuhi hukuman lebih ringan oleh
majelis hakim yang diketuai Kolonel CHK. AM Yamini. Terdakwa Kapten Inf.
Rinardo dan Sersan Satu Asrial dihukum tiga tahun penjara, sementara
terdakwa Sersan Satu Lourensius diganjar dua tahun penjara.


Bertahun-tahun kemudian, pemerintah masih lupa, pembunuhan yang
terjadi 13 tahun lalu bukan hanya menghilangkan nyawa Pemimpin Besar
Papua, Theys Eluay saja.  Aristoteles Masoka yang saat itu berusia 23
tahun dan menjadi sopir untuk Pemimpin Besar Papua ini, juga hilang
sejak saat itu dan tak diketahui keberadaanya hingga sekarang.


Kelompok masyarakat sipil yang melakukan investigasi kasus pembunuhan
almarhum Theys Eluay ini berhasil menemukan saksi yang kemudian mengaku
membawa Aristoteles Masoka ke Markas Satgas Tribuana Kopassus di
Hanurata-Hamadi. Saksi ini mengaku berada di sekitar Perumahan PEMDA I
Entrop-Jayapura, saat aksi penculikan terhadap Theys Hiyo Eluay terjadi.
Menurut saksi ini, mereka melihat sebuah mobil kijang berwarna gelap
menghadang sebuah mobil kijang yang juga berwarna gelap yang kemudian
diketahui milik Theys Eluay.

Header advertisement
Dari mobil yang menghadang, dua orang turun lalu memukul Aristoteles
kemudian mencoba menariknya keluar pintu. Dua orang ini berhasil merebut
mobil yang ditumpangi oleh Theys Eluay. Mobil ini kemudian melaju dan
berhenti sekitar 50 meter dari tempat kejadian. Tubuh Aristoteles
terlempar keluar mobil. Aristoteles berlari dan minta tolong kepada
saksi. Saksi kemudian membawa Aritoteles ke Markas Satgas Tribuana
Kopassus di Hanurata-Hamadi atas permintaan Aristoteles. Aristoteles
diturunkan sekitar lima meter dari markas Kopassus ini. Inilah informasi
terakhir yang diketahui tentang Aristoteles Masoka. Meskipun dalam
invetigasi yang dilakukan kelompok masyarakat sipil ini, disebutkan pula
ada seorang saksi lain yang hadir dalam sebuah acara di markas Kopassus
ini – yang juga dihadiri oleh almarhum Theys Eluay sebelum ia dibunuh –
melihat seseorang masuk ke dalam ruangan acara dirangkul dua orang dari
arah pintu masuk.


Hingga saat ini, keberadaan Aristoteles Masoka masih menjadi misteri.
Bila investigasi pembunuhan Theys Eluay berakhir dengan dihukumnya
tujuh orang anggota Kopassus di pengadilan militer, hilangnya
Aristoteles Masoka – yang mestinya bisa menjadi saksi kunci dalam
pengadilan pembunuhan Theys tersebut – belum pernah diselidiki.
Sementara, di lain pihak, para perwira yang dipidana karena terbukti
melakukan pembunuhan terhadap tokoh adat Papua Theys Hiyo Eluay pada
2001, ternyata terus mendapatkan promosi  jabatan.


Made Supriatna,  seorang peneliti dan wartawan lepas menulis di situs
indoprogress.com, Hartomo (Akmil 1986) yang saat pembunuhan terjadi
berpangkat Letkol, sekarang sudah menyandang pangkat brigadir jenderal
dan menjabat sebagai Komandan Pusat Intel Angkatan Darat
(Danpusintelad). Terdakwa lain, Mayor TNI Donny Hutabarat (Akmil 1990),
sempat menjabat sebagai Komandan Kodim 0201/BS di Medan, dan sekarang
menjabat sebagai Waasintel Kasdam Kodam I/Bukit Barisan. Sementara,
Kapten Inf. Agus Supriyanto (Akmil 1991), yang juga terlibat dalam
pembunuhan itu, sempat menduduki jabatan sebagai komandan Batalion
303/Kostrad. Perwira terakhir yang terlibat dalam pembunuhan Theys
adalah Lettu Inf. Rionardo (Akmil 1994). Sekarang dia diketahui menjabat
sebagai Paban II Srenad di Mabes TNI-AD.


Kami tak pernah lupa! (Victor Mambor)

Selasa, 10 Februari 2015

West Papua: my people need Australia’s help before it is too late Benny Wenda

West Papua's morning-star flag. Photograph: Andrew Brownbill/AAP
Akhir pekan Anzac Day ini, kami membuka kantor pertama gratis kampanye Papua Barat di Australia.

Selama lebih dari 50 tahun, umat-Ku telah menderita apa yang saya dianggap sebagai genosida yang bergerak lambat di bawah pendudukan militer represif Indonesia. Selama perang dunia kedua, "Fuzzy Wuzzy Angels" dari Papua Barat datang ke bantuan tentara Australia. Sekarang adalah Papua Barat yang membutuhkan bantuan Australia untuk mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia sehingga orang-orang saya bisa bebas untuk hidup dalam damai.


 

Tanggapan Indonesia terhadap advokasi Papua Barat di luar negeri telah menakutkan keras. Setelah pembukaan kantor Inggris kami pada tahun 2013, Indonesia membuat keluhan diplomatik kepada pemerintah Inggris. Menteri Luar Negeri Natelegawa mengatakan dia tidak bisa mengerti mengapa pemerintah Inggris adalah "tidak mau mengambil langkah-langkah terhadap kantor Papua Merdeka Barat", dan presiden bahkan tweeted tentang hal itu. Duta Besar Inggris di Jakarta dipanggil dan harus mengingatkan Indonesia tentang perlindungan dinikmati di negara-negara demokrasi, menunjukkan bahwa tidak ada langkah-langkah yang akan diambil terhadap kantor kami, karena "tidak memerlukan [pemerintah] izin untuk membuka".

Bob Carr terungkap dalam memoar baru-baru ini bahwa ia telah membahas prospek kami membuka kantor Australia dengan Menteri Luar Negeri Indonesia pada waktu itu, dan diberitahu bahwa Indonesia akan "lebih memilih [Australia] tidak membiarkan kantor untuk membuka". Selama kunjungan kenegaraannya ke Indonesia tahun lalu, perdana menteri Abbott mengatakan tahun lalu bahwa aktivis Papua Barat tidak diterima di Australia, dan Australia tidak akan mentolerir demonstrasi Papua Barat 'terhadap kekuasaan Indonesia.

Tapi kami berharap bahwa pemerintah Australia akan mengikuti contoh yang ditetapkan oleh pemerintah Inggris: mengingatkan Indonesia bahwa, tidak seperti di Papua Barat di mana orang dikirim ke penjara selama 15 tahun untuk sekedar menaikkan bendera, Australia adalah negara demokrasi di mana kebebasan berbicara dilindungi dan di mana Papua Barat dan orang-orang yang mendukung kami dapat berbicara tentang keinginan kami untuk menentukan nasib sendiri.
iklan

Masyarakat Australia jelas memiliki banyak simpati untuk Papua Barat dan untuk itulah kami - baik secara historis dan hari ini. Australia awalnya siap untuk pergi berperang dengan Belanda untuk mencegah invasi Indonesia ke Papua Barat pada awal 1960-an. Sebagai hasil dari Perang Dingin real-politik dan tekanan AS, Australia melangkah keluar dari sengketa. Banyak seperti dukungan untuk kontrol Indonesia atas Timor Timur sampai tahun 1999, pemerintah Australia sejauh ini menolak untuk mengakui klaim Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri dari kepedulian hubungannya dengan Indonesia. Seperti di Timor Timur, hukum ada di pihak kita. Jika Australia dapat mengubah posisinya di Timor Timur, dapat mengubah posisinya di Papua Barat.

Meskipun posisi pemerintah saat ini, masyarakat Australia tetap mendukung. Sebuah jajak pendapat ditugaskan pada tahun 2006 menunjukkan lebih dari 75% warga Australia mendukung penentuan nasib sendiri - termasuk pilihan untuk kemerdekaan - Papua Barat. Kunjungan terakhir ke Australia adalah untuk acara TEDx 2013 di mana saya berbicara bersama pengacara saya, Jennifer Robinson. Kami menerima dua tepuk tangan berdiri dari dikemas keluar Sydney Opera House, dan aku kewalahan oleh dukungan dan dorongan yang kami terima dari para penonton.

Bisa ditebak, Indonesia prihatin. Beberapa pejabat mengatakan bahwa Indonesia harus memutuskan hubungan diplomatik dengan Australia untuk mengizinkan saya kesempatan untuk berbicara tentang penyebab orang saya. Beberapa hari kemudian, Menteri kemudian luar negeri Australia Bob Carr menanggapi di Senat, mengatakan bahwa Australia mendukung klaim Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri adalah "hal yang mengerikan untuk melakukan". Dalam memoarnya, Carr mengacu pada pembukaan kantor kami di Oxford, menuduh kita "provokator yang mendorong orang Papua untuk menempatkan kehidupan mereka pada baris", dan berbicara dengan kekhawatiran tentang prospek pembukaan kantor di Australia.

Apa yang mengerikan adalah bagaimana orang-orang saya telah dikhianati oleh PBB dan masyarakat internasional dan dibiarkan menderita di tangan rezim militer Indonesia yang brutal. Apa yang mengerikan adalah Indonesia meminta Inggris dan Australia untuk kompromi pada nilai-nilai dan kebebasan mereka sendiri untuk membungkam kami.

Kami tidak provokator, tapi pendukung hak-hak rakyat Papua Barat. Sebagai pemimpin di pengasingan, saya memiliki kewajiban dan tugas kepada orang-orang saya untuk menggunakan kebebasan demokratis Saya menikmati luar negeri untuk berbicara tentang penderitaan mereka. Satu-satunya orang menempatkan kehidupan Papua pada baris adalah mereka yang membunuh aktivis damai dengan impunitas mutlak (lebih dari 22 dari mereka tewas pada tahun 2012 saja).

Kehidupan masyarakat saya tetap terhubung - dan negara yang terus mendukung kekuasaan Indonesia yang terlibat. Kami bertujuan, melalui pembukaan kantor di Australia, untuk meningkatkan kesadaran tentang ilegalitas pendudukan Indonesia, dan tentang kekerasan yang sedang berlangsung ini.

Meningkatkan kesadaran penting, terutama ketika Tony Abbott mengklaim bahwa Papua Barat adalah "lebih baik tidak lebih buruk" di bawah Indonesia. Hal ini tidak benar. Diperkirakan bahwa lebih dari setengah juta orang Papua Barat telah tewas sejak pendudukan Indonesia pada 1960-an. Kami adalah provinsi termiskin di Indonesia, meskipun terkaya sumber daya alam. Literasi sangat miskin - yang terburuk di Indonesia. Statistik kesehatan yang suram. Kami menderita krisis HIV / AIDS dengan tingkat infeksi tertinggi di Indonesia. Setidaknya ada 73 tahanan politik Papua Barat di Indonesia saat ini. Saya tidak bisa dan tidak akan tinggal diam sementara orang-orang saya menderita.

Australia telah sebelumnya mengambil sikap terhadap Indonesia untuk menghormati hukum internasional dan melindungi orang Papua Barat. Pada tahun 2006, Australia memberikan suaka kepada 42 orang Papua Barat setelah menyimpulkan (benar) itu, sebagai aktivis advokasi kemerdekaan bagi Papua Barat, mereka akan dianiaya jika mereka kembali ke Indonesia. Keputusan ini diambil sesuai dengan kewajiban Australia di bawah hukum internasional, dan Australia harus dipuji untuk berdiri keputusan meskipun Indonesia memanggil pulang duta besarnya.

Kami berharap bahwa Australia akan menahan tekanan dari Indonesia atas pembukaan kantor kami. Jangan-jangan kita lupa: pada saat Australia berubah posisi politiknya untuk mendukung Timor Timur, dekat dengan sepertiga dari penduduknya telah dibunuh oleh militer Indonesia. Umat-Ku membutuhkan bantuan Australia sebelum terlambat.

dunia



Senin, 09 Februari 2015

PERAN GEREJA SANGAT KUAT BAGI KAMI BANGSA PAPUA YANG DITINDAS


Fungsikanlah Pengetahuan sodara Bagi kaum yang lemahKita Perlu harus sadar dan Ber-syukur Kepada Tuhan atas semuanya"  apa yang suada  iya buat didalam kehidupan sodara dan saya. Jangan kita terlalu antic berbicara tentang Gereja Karena Gereja ada anda bias hidup aman tenang ”


Melki.L.W
Gerejah adalah Rumah Tuhan Bukan Hanya sebatas Bagunan Disini kita perlu harus sadar dan Berpikir secara logika yang logis Barang siapa menantang gereja maka iya akan menangung Akibat dari Kepintaran Duniawi dan  perbuatannya sendiri.

Fungsikanlah Pengetahuan sodara Bagi kaum yang lemah, Yang selalu ditindas,dibunu,diperkosa,Para penjaja dgn alas an yang tidak masuk di Akal’demi kepentingan Politik

Mari Kita satukan ideologi sodara dan saya”yang begitu Evisien ini”difungsikan untuk perjuangan kita Menuju Pembebasan ”jgn kita Berbicara menyangkut Gereja-Karena Peran gereja sangat Kuat Bagi umatnya yang ditindas dan dibunuh”seperti Binatang. Maka mari dgn kepintaran sodara dan saya Berdasarkan Kebenaran Gereja kita maju dan Bersuara untuk keluar dari Penderitaan ini.

Dan juga kita Harus Banga pada Tokoh-Tokoh Gereja yang ada di seluruh Tanah Papua yang selalu Perjuangkan melalui Pergumulan Doa-Doa Untuk Kita Generasi mudah Papua” harus sadar dan juga Untuk Kebebasan Bagi kami Bangsa Papua yang di tindas,Dibunu.Diperkosa”dan cara yang lain tidak dapat saya sebutkan”tetapi saya rasa anda sudah ketahui Bagimana Cara dan tindakan Para Penjaja terhadap Umat Tuhan Diatas Tanah Papua. Trimakasi.Tuhan Menyertai Kita Semua AMIN.

Oleh Melki.l.Wenda


Sabtu, 07 Februari 2015

Sindikat Penjual Amunisi Dituduh Berencana Pasok Kelompok Purom Wenda

Kapolda Papua, Irjen Pol Yotje Mende
TRIBUNNEWS.COM. JAYAPURA, – Tiga orang yang diamankan Timsus TNI-Polri dalam penggerebekan transaksi amunisi di halaman PTC Entrop, Rabu (28/1/2015) kemarin merupakan jaringan kelompok kriminal bersenjata pimpinan Purom Okiman Wenda. Kepala Kepolisian Daerah Papua, Irjen Pol Yotje Mende mengatakan, tiga orang yang diamankan masing-masing AJ (29), FK (20), dan RW (27) adalah anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB), kelompok militan yang berafiliasi dengan kelompok bersenjata.
“Mereka ini adalah anggota kelompok sayap politik yang bergerak di kota untuk memasok amunisi dan persenjataan kelompok bersenjata di hutan,” jelas Yotje di Mapolda Papua, Kamis (29/1/2015).
Dijelaskan Yotje, adanya transaksi amunisi yang melibatkan aparat itu sudah diketahuinya sejak sepekan lalu. Namun, ia belum dapat memastikan dari kesatuan mana. Untuk menghindari gesekan dan meminimalisir korban jiwa, Yotje meminta Timsus Polda Papua untuk fokus menangkap pelaku pembeli amunisi.
“Kami tahu mereka juga bersenjata, sehingga kami fokus menangkap pembeli amunisi. Beruntung saat

penyergapan mereka tidak membawa senjata api sehingga semua dapat diamankan,” jelas Yotje.
Dalam penangkapan tersebut, jelas Yotje, Timsus TNI-Polri berhasil menyita 500 butir amunisi kaliber 5,56 milimeter hasil dari transaksi sebelumnya yang disimpan RW (27) pada salah satu rumah di Expo Waena. Dari pemeriksaan sementara terhadap ketiga pelaku, jelas Yotje, mereka mengaku membeli 500 butir amunisi seharga Rp 10 juta, namun baru mereka baru membayar sebanyak Rp 7,5 juta.
“Saat ini ketiganya masih diperiksa di Mapolda Papua, sementara untuk oknum TNI sudah dilimpahkan ke Danpom XVII Cenderawasih. Ketiga tersangka diancam dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan amunisi,” jelas Yotje.(Kontributor Kompas TV Alfian Kartono)

Senin, 26 Januari 2015

Pencari suaka Papua Barat untuk dikirim ke kamp di perbatasan PNG-Indonesia

Pencari suaka Papua Barat untuk dikirim ke kamp di perbatasan PNG-IndonesiaKelompok tujuh yang dideportasi dari Australia takut penculikan oleh Indonesia jika dikirim ke kamp perbatasan terpencil     Share inShare0


Yacob Mechrian Mandabayan Yacob Mechrian Mandabayan adalah salah satu dari tujuh orang Papua Barat dideportasi ke Papua Nugini setelah mencari suaka dari Australia. Foto: Freedom Flotilla

Tujuh orang Papua Barat yang mengaku suaka di Australia telah diberitahu bahwa mereka akan dikirim ke kamp terpencil di Papua Nugini di perbatasan Indonesia - negara mereka melarikan diri dari.

Kelompok, termasuk seorang wanita dan seorang anak 10 tahun, mendarat di Boigu Pulau di Selat Torres pada 24 September dan mencari perlindungan dari Australia. Tapi mereka dideportasi dua hari kemudian dan diserahkan kepada petugas imigrasi PNG di ibukota Port Moresby, di mana mereka telah disimpan di sebuah kamar hotel sejak.

Salah satu kelompok, Yacob Mechrian Mandabayan, mengatakan kepada The Guardian Australia melalui telepon dari Port Moresby pada Jumat sore itu tujuh telah diberikan dua pilihan oleh petugas imigrasi PNG ketika mereka bertemu dengan mereka Kamis sore.

"Opsi nomor satu adalah kembali ke Indonesia dan pilihan nomor dua adalah [klaim suaka] di Papua Nugini. Kami menolak dua pilihan, "katanya.

"Pengungsi seperti kita di PNG tidak bisa memiliki kehidupan yang baik," kata Mandabayan.

"[Pemerintah PNG] belum kewarganegaraan kepada aktivis Papua Barat lain sebelum kami ketika mereka datang ke sini. Kami memiliki anak 10 tahun di sini, ia membutuhkan pendidikan.

"Juga di PNG kita bisa melihat banyak orang Indonesia. Indonesia dapat membayar orang-orang untuk menculik kami atau melakukan sesuatu untuk kita, itu sebabnya kami merasa tidak aman di Papua Nugini. "

Setelah menolak tawaran itu, kelompok itu mengatakan mereka akan dikirim ke kamp di Kiunga, di provinsi Barat PNG, di mana pengungsi lainnya Papua Barat berada, kata Mandabayan.

"Dalam peta Google, Anda dapat melihat bahwa Kiunga benar-benar dekat dengan perbatasan [dengan Indonesia]. Itu sebabnya kita takut. "

Sebelum melarikan diri Papua Barat, kelompok itu mengatakan mereka telah menerima ancaman dari militer Indonesia untuk mengambil bagian dalam protes terhadap pendudukan Indonesia dari provinsi.

Mandabayan kepada Wali Australia pada saat itu: "Kami telah menjadi pengungsi di negara kita sendiri dan kami meminta bantuan Anda untuk mengekspos situasi kami di sini Kami membutuhkan bantuan Anda Silakan..."

Kelompok ini sekarang mempertanyakan legalitas pemindahan mereka dari Australia.

Pada tanggal 30 September, menteri imigrasi, Scott Morrison, mengatakan kepada media bahwa Papua Barat telah dihapus di bawah 2.003 nota kesepahaman (MOU) dengan Papua Nugini.

Tapi itu membutuhkan MOU pencari suaka berada di PNG selama tujuh hari atau lebih sebelum tiba di Australia. Tujuh orang Papua Barat berulang kali mengatakan kepada para pejabat imigrasi Australia bahwa mereka hanya menghabiskan dua malam di PNG sebelum tiba di Boigu Island.

Morrison kemudian mengakui kesepakatan telah santai. "Ada konsesi yang telah disepakati antara kedua pemerintah," katanya.

Mandabayan kepada Wali Australia, "Mengapa [Australia] memperlakukan kami seperti penjahat? Kami datang sebagai pengungsi ke Australia, mencari suaka dan perlindungan di Australia; mengapa mereka memperlakukan kami seperti penjahat? Mereka dibuang kita di sini, dan sekarang pemerintah PNG melakukan hal yang sama. "

Seorang juru bicara untuk Pengungsi Aksi Koalisi, Ian Rintoul, mengatakan, "Scott Morrison telah mengakui bahwa pemerintah tidak mengikuti 2003 MOU dan kembali mereka ke PNG meskipun pada kenyataannya mereka tidak berada di PNG selama lebih dari tujuh hari seperti yang dipersyaratkan oleh MOU.

"Tampaknya bahwa orang Papua Barat telah sah dihapus dari Australia."

"Scott Morrison menyentil Papua Barat ke PNG untuk menjaga mereka 'keluar dari pandangan dan keluar dari pikiran' untuk menghindari rasa malu dengan Indonesia. Sekarang, pemerintah PNG mengikuti memimpin Australia dan menjentikkan mereka ke kamp terpencil, "katanya.

Indonesia menargetkan Papua Barat dengan penangkapan massal dan pembakaran rumah - laporan

Anggota Gerakan Papua Merdeka (OPM) menampilkan dilarang bendera Bintang Kejora di Papua bagian timur. Foto: Banjir Ambarita / AFP / Getty Images
Pihak berwenang Indonesia telah melakukan penangkapan massal dan membakar rumah-rumah penduduk desa Papua Barat dalam menanggapi kematian dua petugas polisi, pemimpin kemerdekaan Papua Barat di pengasingan mengklaim.

 
Benny Wenda, yang juga seorang pelobi internasional untuk kampanye Free West Papua dan juru bicara Gerakan Serikat Pembebasan Papua Barat, mengatakan kepada The Guardian Australia polisi militer Indonesia menyerbu desa Utikini dekat Timika di pantai selatan pekan lalu dan menemukan pro-kemerdekaan spanduk di rumah seorang warga.

 
Lebih dari 100 orang ditangkap, termasuk perempuan dan beberapa anak, dan puluhan rumah dibakar, katanya. Kebanyakan orang dibebaskan namun ada juga yang masih ditahan.
Sisa penduduk desa telah melarikan diri lebih jauh ke pegunungan, katanya. "Kemarin saya mendapat panggilan telepon, banyak dari mereka yang bersembunyi dan beberapa dari mereka telah melarikan diri - perempuan dan anak-anak dan orang tua," katanya.

 
Pada hari Jumat Papua kepala polisi Inspektur Jenderal Yotje Mende menegaskan penangkapan tetapi mengatakan hanya 13 orang telah ditahan oleh polisi gabungan dan tim militer, Jakarta Post melaporkan, dan dua sedang dirawat di rumah sakit.
13 adalah bagian dari sebuah kelompok yang dipimpin oleh seorang pria yang diduga oleh polisi berada di balik penembakan baru-baru ini dua perwira dan Freeport satpam tambang, Yotje diklaim. Ketiga orang - anggota Brimob - tewas pada tanggal 1 Januari.

 
Yotje mengatakan pada hari Senin bahwa pasukan polisi dan militer gabungan 500-kuat masih melakukan pencarian untuk anggota lain dari kelompok, dan bahwa mereka ditahan sedang diperiksa sebagai saksi, bukan tersangka.

 
Wenda tanya kecepatan respon Indonesia terhadap penembakan polisi, ketika masih belum ada penyelesaian atas kematian lima pengunjuk rasa yang diduga ditembak oleh militer Indonesia di Paniai bulan lalu. Lain 21 luka-luka.
"Itu kebanyakan siswa SMA [yang] dibunuh oleh pasukan khusus Indonesia," kata Wenda. "Polisi dan militer Indonesia tidak mau mengakuinya."

 
"Lima siswa dibunuh oleh Indonesia dan tidak ada yang membawa keadilan - polisi Indonesia tidak dapat menemukan pelaku. Tapi dalam kasus ini di Timika mereka tahu siapa yang dibunuh. Tidak pernah ada keadilan yang dibawa untuk Papua. "

 
Kerumunan itu memprotes setelah dugaan pemukulan seorang anak oleh tentara hari sebelumnya, Wenda dan Amnesty International Australia klaim.
Pada hari-hari setelah kematian, polisi dan militer Indonesia membantah terlibat.
Amnesty International menyerukan penyelidikan diluncurkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mulai digunakan pasukan keamanan 'kekuatan mematikan untuk menjadi "menyeluruh dan tidak memihak" dan temuan yang akan dirilis.

 
Dalam sebuah pernyataan yang mengatakan temuan awal menunjukkan amunisi yang digunakan untuk membubarkan kerumunan, meskipun ada ada bukti ancaman bagi personel keamanan.
"Amnesty International telah mendokumentasikan sejumlah kasus pelanggaran HAM oleh aparat keamanan Indonesia di Papua dan bagian lain negara itu, yang telah disembunyikan tanpa penyelidikan atau penuntutan," katanya.

 
"Pemerintahan baru di bawah Presiden Joko Widodo harus membalikkan tren ini dengan kasus Paniai dan sinyal mengakhiri iklim impunitas."
Widodo tahun lalu mengatakan kepada media Fairfax ia akan membuat Papua Barat prioritas, dengan fokus pada pendidikan dan kesehatan, tapi kritikus mengatakan dialog politik yang terbuka pertama-tama dibutuhkan.

 
Josef Benedict, juru kampanye untuk Amnesty International, mengatakan organisasi ini masih bekerja untuk mengkonfirmasi dugaan pembakaran rumah, tapi mengatakan mereka telah menerima laporan itu terjadi, dan polisi mengumpulkan Papua Barat. Dia berpikir jumlah penangkapan mungkin lebih rendah dari 100 dilaporkan, namun menyatakan keprihatinan bahwa beberapa orang masih ditahan.

 
"Ini adalah masalah yang lebih besar dengan sistem peradilan Indonesia," katanya kepada The Guardian Australia. "Di bawah hukum pidana saat seseorang dapat ditahan untuk waktu yang lama untuk ditanyai. Jelas Amnesty juga akan prihatin sekitar pengobatan orang-orang yang mempertanyakan. Ini adalah sesuatu yang telah kita lihat dalam insiden lain, terutama untuk memperoleh pengakuan. "
Dia meminta jaminan dari Indonesia bahwa mereka yang ditahan tidak akan dianiaya dan akan diberikan akses ke pengacara.

 
"Kesulitan tentang Papua adalah ada sangat sedikit perusahaan yang bersedia untuk mengirim pengacara untuk mewakili orang-orang yang ditahan karena kejahatan seperti ini."


 Berita yang lebih jelas anda bisa Kunjngi Situs ini.
www.theguardian.com/

Sabtu, 24 Januari 2015

KAMI INGGIN MENENTUKAN NASIB SENDIRI




Menjadi Budak UNTUK PENJAJA, SANGAT  Tidak ada arti bagi setiap manusia di dunia ini. setiap manusia didunia ini"Memiliki hak masing  masing” Untuk hidup bebas dan menentukan Nasib sendiri.

Oleh sebab itu Kami Orang PAPUA Inggin bebas  Dari Negara Kesatuan Republik Indonesia”dan menentukan Nasip Kita Sendiri Diatas Tanah Kita”Kami tidak ingin di Jaja trus oleh NKRI ”Karena cara dan tindakannya sangat menyakitkan bagi kami rakyat papua”
Ada Beberapa Tindakan yang selalu membuat Kami rakyat Papua tra oma dan sakit hati  oleh Penjaja Yang Disebut INDONESIA Sbb

Ø  Diperbudaka Kita  Diatas Tanah Kita Sendiri Dan Menindas Kita
Ø  Memperkosa Wanita-Wanita Ibu Ibu Dan Membakar Kemaluan Serta Membunuh
Ø  Membunuh  Tanpa Alasan
Ø  Dan Mengambil Tindakan Tanpa Alasan dgn semau-maunya dan memandang kami orang PAPUA Seperti Hewan buruan Bagi Aparat NKRI.
Banyak hal yang saya tidak sebut”namun hal ini selalu diperlakukan dalam kehidupan Rakyat Papua hinga sahat ini" Sehingga kami inggin bebas dari segalah penderitaan ini.

Sekarang kami siap Melawan Berdasarkan Keadilan,Kejujuran dgn landasan Kebenaran. dan mau bebas dari segala Persoalan ini dan  berdiri sendiri”Karena didunia ini.diaman mana hak memiliki Kebebasan. Dan berhak untuk menentukan Nasib sendiri.begitu Juga kami Rakyat Papua sangat berharap dan kami tetap akan Berjuang dan mempertahankan Harga diri dan martabat kita dan Bebas.



Oleh.Melki.L.Wenda